13 April 2009

Hanya Memberi, tak Harap Kembali

Kualitas karakter kita dipengaruhi oleh pertanyaan terus menerus kepada diri. Apakah perilaku kita mendatangkan nilai tambah atau kerusakan?
Ada film bagus berjudul Pay It Forward yang luput dari perhatian media massa. Salah seorang pemerannya adalah Haley Osment, yang berperan sebagai Trevor, seorang anak yang mempunyai ide hebat untuk mengubah dunia. Kami tidak akan bercerita secara panjang lebar, tetapi kami akan mengulas sedikit mengapa film ini bagus untuk dijadikan contoh pendidikan karakter untuk segala usia.
Menerjemahkan " pay it forward ke dalam bahasa Indonesia agak sulit. Dalam teks terjemahan yang ada dalam VCD yang beredar di Indonesia diartikan bayar di muka , dan ini keliru. Mungkin dengan penjelasan berikut ini kita akan lebih mengerti konteksnya. Bayangkan kalau kita menolong seseorang dan kita katakan padanya untuk tidak membalasnya ( pay it back ), tetapi membalasnya kepada orang lain ( pay it forward ). Inilah pesan mendasar dari film ini yang digambarkan dengan alur cerita yang begitu menyentuh hati.

Diceritakan bahwa seorang anak usia 11 tahun, Trevor, mendapatkan tugas dari gurunya untuk membuat sebuah proyek yang dapat mengubah dunia menjadi lebih baik. Trevor mendapatkan sebuah ide hebat, yaitu bagaimana membuat sebuah kebaikan berantai. Ia merencanakan untuk berbuat baik kepada tiga orang. Setiap yang ditolong Trevor, diharapkan dapat membalas kebaikannya kepada tiga orang lain. Demikian seterusnya, setiap orang yang menerima kebaikan diharapkan dapat pay it forward kepada tiga orang lainnya, sehingga penyebaran kebaikan ini bisa meluas.
Apakah ini satu hal yang mustahil? Menurut Trevor, tidak. Alur cerita untuk melakukan kebaikan ini memang tidak digambarkan secara mulus, tetapi penuh dengan rasa kesedihan, kekecewaan, dan juga rasa kemenangan yang menyertai Trevor yang berkomitmen agar proyek pay it forward nya bisa berjalan. Ia rela mengorbankan hidupnya ; sendiri demi keyakinannya akan ide pay it forward Trevor boleh puas, walau ia tidak melihatnya. Sebab, apa yang dilakukannya ternyata telah mempunyai dampak yang sangat berarti, dan mungkin dapat membuat dunia jadi lebih baik.
Selalu berbuat baik tanpa pamrih memerlukan sikap mental yang bertolak belakang dengan kebiasaan manusia zaman sekarang. Mungkin banyak di antara kita tergerak berbuat kebajikan karena alasan-alasan tertentu yang tujuannya untuk kepentingan diri juga. Kita mau memberikan sesuatu, asal kita juga mendapatkan sesuatu sebagai imbalan, entah itu dalam bentuk materi atau non-materi. Apakah ini tidak baik? Belum tentu, dan berikut ini penjelasannya.
Bayangkan ada sebuah garis yang menghubungkan dua titik ide yang akan menentukan arah pembentukan karakter kita: (A) Berikan apa yang dapat diberikan kepada dunia (B) Ambil apa yang dapat diambil dari dunia . Kedua titik yang bertolak belakang ini dapat menjadi pedoman agar kita selalu bertanya kepada diri sendiri, apakah kita akan menjadi pemberi pengambil Ide pay it forwardadalah perilaku untuk selalu berbuat baik yang akan mendatangkan kebaikan berantai yang bermuara pada titik A.
Semakin banyak memberi atau berbuat kebajikan kita akan memberikan nilai tambah (added value kepada dunia. Sekecil apa pun, bahkan memungut paku dari jalan adalah perbuatan yang mendatangkan nilai tambah. Seorang petani yang bekerja keras menanam padi di sawah, adalah seorang pelaku kebajikan karena nilai tambah yang diciptakan banyak sekali. Bahkan, semua perbuatan yang mendatangkan manfaat termasuk amal shalih.
Sebaliknya, kalau kita mengambil banyak dari dunia dan kemudian mendatangkan kerugian bagi lingkungan fisik dan sosial, maka kita telah melakukan kerusakan di muka bumi ( destroyed value). Seorang pengusaha yang diberikan HPH, kalau ia menebang hutan lebih banyak dari yang ia tanam kembali, maka ia adalah pelaku destroyed value. Perbuatan memperkaya diri dengan tidak halal, seperti me-mark-up nilai proyek, menerima suap, menjadi rentenir, pencari rente, atau calo jabatan untuk mencari keuntungan, adalah juga bentuk dari perilaku yang akan mendatangkan kerusakan di muka bumi, termasuk efek multiplier negatifnya. Perbuatan yang mendatangkan kerugian dan kerusakan, adalah perbuatan munkar.
Bagaimana dengan Bill Gates, apakah ia melakukan added value atau destroyed value? Kekayaan Bill Gates mencapai lebih dari 60 milyar dolar, tetapi added value yang diciptakannya pada masyarakat dunia ratusan atau ribuan kali dari jumlah tersebut. Coba bayangkan kalau kita masih memakai teknologi mesin ketik.
Jadi, kalau suatu kaum atau bangsa mengalami penderitaan karena telah terjadi kerusakan dalam berbagai segi kehidupan, maka sudah dapat dipastikan bahwa perbuatan manusia yang memberikan nilai tambah kepada dunia jauh lebih sedikit daripada yang membawa kerusakan.
Secara sederhana, kualitas karakter kita dipengaruhi oleh pertanyaan terus menerus kepada diri. Apakah perilaku kita mendatangkan nilai tambah atau kerusakan? Apakah kita selalu ingin mengambil dari apa yang kita rasa dunia berhutang kepada kita, atau apakah kita selalu ingin "pay it forward", karena kita merasa berhutang banyak kepada dunia?" Kita sendiri yang tahu. ¦ (Dr Ratna Megawangi)
Dari berbagai sumber

Baca Juga:



Komentar :

ada 0 komentar ke “Hanya Memberi, tak Harap Kembali”

Posting Komentar

Kumpul-Kumpul

Blog Indonesia

blog-indonesia.com
 

© 2009 Fresh Template | Edited By RIYANTO. Powered by Blogger.com.

Fresh Template by NdyTeeN